Halaman

Kamis, 31 Juli 2014

Cerita Sahabat


                Sahabat adalah orang yang selalu ada buat kita saat suka maupun duka. Sahabat selalu memberikan motivasi untuk kita. Namun terkadang sahabat bisa berubah menjadi angin yang hanya datang dan pergi sesukanya.

                Saat itu aku adalah siswi kelas 3 di salah satu SMA negeri di desaku. Aku telah bersahabat dengan U, T, dan A sejak kelas 3 SMA. Kami selalu menjalani hari-hari bersama. Kemanapun dan dimanapun selalu bersama. Bahagia dan sedih selalu kami lalui bersama. Mereka adalah sahabat yang sangat aku sayangi begitupun mereka selalu menyayangi ku. Aku bahagia dan aku beruntung mempunyai sahabat seperti mereka. Mereka begitu baik padaku. Apalagi orang tua mereka sudah menganggap aku sebagai anak mereka.

                Terkadang, aku juga merasa jengkel dengan sikap dan tingkah laku mereka yang aku merasa bahwa mereka tak memahami diriku. Aku pernah marah kepada mereka hanya karena masalah kecil. Itu semua karena aku masih sulit untuk mengikhlaskan. Saat itu, aku tak mau bersama mereka. Aku hanya berdiam diri dikelas sambil bersedih dan merenungkan apa yang terjadi padaku. Dan aku tahu itu adalah kesalahanku yang mungkin terlalu egois. Dan setelah beberapa lama, akupun menyesali kemarahanku dan meminta maaf kepada mereka. Kami kembali tertawa bersama menjalani hari yang penuh keceriaan.

                Pada suatu hari, perpisahan menghampiri kami. Hari kelulusan sekolah, ya, itulah terakhir kali kami bertemu. Tapi, kami masih selalu berhubungan melalui alat komunikasi. Setelah hari kelulusan, satu-persatu dari mereka pergi meninggalkan aku, desa ini, kota ini. Mereka pergi ke seberang pulau jawa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dan aku dan satu teman ku T tetap tinggal disini. Aku kuliah disalah satu Universitas negeri di Jambi dan temanku T memutuskan untuk bekerja. Hari demi hari kulalui tanpa mereka. Bahkan sahabat ku yang tinggal disini pun tidak begitu dekat denganku lagi. Dia lebih sering bersama teman lamanya. Aku sangat sedih kenpa sahabat bisa berubah secepat itu jika tak ada lagi komunikasi yang baik. Namun aku tak boleh berprasangka buruk dan menyalahkan dia. Mungkin itu semua karena aku yang tak selalu ada buat dia.

                Hari lebaran telah tiba, aku merayakannya dengan keluargaku. Dan akupun mengunjungi guruku hanya seorang diri tanpa teman. Karena sahabat yang kuharapkan untuk menemani diriku tak kunjung pulang dari pulau jawa. Bahkan T pun tak mau diajak mengunjungi rumah guru dengan alasan malu karena dia tidak melanjutkan sekolah. Menurutku itu salah. Kita sebagai siswa yang telah dididik oleh guru, seharusnya menunjukkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya. Karena tanpa mereka kita tidak dapat memiliki ilmu untuk bekal kehidupan.

                Hari demi hari lebaran aku menunggu teman-teman dan sahabatku yang kuharapkan mengunjungi rumahku untuk bersilaturahmi. Namun, apa yang terjadi? Hanya sedikit yang datang ke rumahku. Bahkan sahabat yang kuharapkan juga tak kunjung datang. Aku sangat sedih. Aku seperti pungguk merindukan bulan, menngharapkan seseorang yang takkan pernah datang. Aku terima semua ini dengan lapang dada. Dan aku doakan semoga mereka bahagia dengan pilihan mereka. Semoga kita masih dipertemukan lagi suatu saat nanti.

 

-DA-