RADEN DEWI SARTIKA
Namalengkap : Raden Dewi Sartika
Nama panggilan : Dewi
Tempat / tanggal lahi :
Cicalengka, 14 Desember 1884
Nama ayah
:Raden Soma Negara
Nama ibu : Raden Ayu Permanas
Wafat : 11 September 1947
Ketika Raden Dewi Sartika masih kecil
, ayahnya yang jadi patih itu di tangkap, karena menentang pemerintah Hindia
Belanda. Oleh pemerintah Hindia Belanda, ayah Raden Dewi Sartika diputuskan
untuk di buang ke Ternate. Begitulah pada masa
itu, setiap orang yang menentang Pemerintahan Hindia Belandadi tangkap, dan
banyak yang dijatuhi hukuman buang. Di kucilkan dari masyarakat. Karma tempat
pembuangan itu jauh, maka kedua orang tuanya bersapakat untuk tidak membawanya
ke tempat pembuangan di ternate itu. Ia dititipkan kepada pamannya yaitu Patih
Aria di Cicalengka.
Di tempat pembuangan ayah Raden Dewi
Sartika jatuh sakit dan meniggal dunia tak lama kemudian. Karena ayah Raden
Dewi Sartika sudah meniggal dunia, maka ibunya memutuskan untuk meninggalkan
Ternate dan kembali ke kampong halamanya di Cicalengka. Ketika masih di
Cicalengka Raden Dewi Sartika senang sekali main sekolah – sekolahan. Ia
mengumpulkan teman – teman sebayanya dan ia bertindak sebagai guru. Untuk belajar
menulis mereka menggunakan sebagai pengganti buku tulis. Dan menggunakan arang
sebagai pengganti pensil.
Sementara itu, Raden Dewi Sartika yang
telah mulai remaja, banyak melihat ketimpangan dalam masyarakat. Terutama
tentang anak-anak perempuan yang tidak pernah mengenyam pendidikan, dan di
kawinkan dalam usia muda. Nasib kaum wanita itu jadi perhatian Raden Dewi
Sartika. Cita-cita dan gagasannya dituangkannya dalam sebuah buku berjudul “De
Inlandsche Vrow.” Waktu itu Raden Dewi Sartika baruu berusia 15 tahun. Untuk
melaksanakan cita-citanyamengangkat harkat hidup wanita, ia bermaksud
mendirikan sekolah khusus untuk anak – anak wanita agar jadi wanita terpelajar.
Bisa berdiri sendiri dan tidak menikah dalam usia muda.
Maksud baiknya itu ia kemukakan kepada
ibunya dan beberapa orang lain. Mereka tak keberatan, tetapa tak seorangpun
yang mendorongnya dan mencarikan jalan keluar. Raden Dewi Sartika kemudian
pindah ke Bandung
bersama ibunya. Niatnya untuk mendirikan sekolah, ia kemukakan kepada kakeknya,
R.A.A. Martanegara, bupati Bandung.
Disamping kakeknya, niat Raden Dewi Sartika itu mendapat dukungan bulat dari
Inspektur Kantor Pengajaran, yakni tuan Den Hamer. Raden Dewi Sartika amat
gembira karena dukungan kedua orang itu. Maka pada tanggal 16 Juni 1904,
berdirilah sekolah yang dicita – citakan Raden Dewi Sartika. Sekolah itu diberi
nama sekolah istri – istri.
Kwtika didirikan, sekolah istri hanya
mempunyai 20 orang murid. Sekolah itu amat sederhana tetapi sekolah itu amat
penting artinya, dan merupakan peristiwa bersejarah dalam pendidikan di Jawa
Barat. Disekolah itu hanya diajarkan membaca, menlis, berhitumg dan agama,
tetapi juga diajarkan keterampilan. Karena banyaknya peminat disekolah itu,
maka ruangan di kabupaten itu tidak memadai lagi, maka dicari tempat yang cocok
yaitu gedung dijalan Ciguriang sekarang jalan Dewi.
Di usia 22 tahum ia menikah dengan
seorang guru bernama Raden Kunduran Suriawinata. Pada tahun 1910 sekolah itu
dirubah namanya menjadi sekolah keutamaan istri, pelajarannya pun ditambah dan
disempurnakan. Pemerintah Hindi Belanda mulai menaruh perhatian kepada sekolah
itu. Raden Dewi Sartika dihadiahi Bintsng Perak oleh pemerintah Hindia Belanda.
Selama Perang Dunia I, sekolah keutamaam
istri menghadapi kesulitan, tetapi berkat kerja keras Raden Dewi Sartika
bersama suaminya, sekolah itu tetap dapat berjalan lancer. Dua orang nyonya
berkebangsaan belanda, yakni nyonya tydeman dan nyonya hillen menulis surat kepada pemerintah
Hindia Belanda, agar membantu sekolah itu. Pada tahun 1929, pemerintah hindia
belanda, mendirikan sebuah gedung yang layak untuk sekolah keutamaan istri.
Kemudian sekolah itu barubah nama menjadi Sekolah Raden Dewi.
Pada tanggal 11 Juli 1939, diadakan
perayan ulang tahun sekolah yang ke 35 yang diadakan secara besar – besaran.
Dan dihadiri nyonya Residen, dan pejabat tinggi setempat. Tak lama kemudian,
yakni pada tanggal 25 Juli 1939, suami Raden Dewi Sartika meniggal dunia, namun
Raden Dewi Sartika tetap meneruskan tugasnya.
Setelah proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945, Belanda berusaha untuk kembali menjajah Indonesia, pertempuran sering terjadi di Bandung dan bandung
tak aman lagi. Ketika itu Raden Dewi Sartika berusia 63 tahun. Ia mencintai
bangsa Indonesia merdeka dan
bersimpati terhadap pejuang – pejuang Indonesia. Karena ia turut
mengungsi ke Ciparay, kemudian ke Garut, karena ia tak mau bekerja sama dengan
Belanda.
Karena selalu berpindah – pindah dalam
pengungsian, Raden Dewi Sartika jatuh sakit di Cinean. Pada tanggal 11
september 1947, Raden Dewi Sartika meniggal dunia. Pemerintah republic Indonesia, dengan SK. Presiden Ri
menganugerahkan gelar Pahlawan
Kemerdekaan Nasional kepada Raden Dewi Sartika.